Selasa, 18 Juni 2013

Belajar Bahasa dengan Bermain Peran



Pada hakekatnya belajar bahasa adalah belajar komunikasi, karena itu pembelajaran bahasa harus diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Siswa dilatih menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, bukan untuk menguasai pengetahuan tentang bahasa. Siswa perlu mengenal dan memahami makna kata. Pemakaian kata merupakan hal yang penting dalam berbahasa, baik lisan maupun tulisan. Oleh karena itu penguasaan kosakata siswa sangat menentukan keberhasilannya dalam berkomunikasi

Faktanya berdasarkan hasil tes pra tindakan pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN Sebandung II diketahui bahwa hanya 3 orang siswa dari 12 orang siswa (25%) mampu menceritakan kembali isi teks dengan klasifikasi baik. Guru perlu merencanakan langkah-langkah pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pada tercapainya pemahaman tentang bagian-bagian penting dari teks/cerita yang perlu diingat dan mampu diceritakan kembali. Strategi yang dipandang menjanjikan adalah strategi pembelajaran dengan teknik bermain peran. Dengan bermain peran diharapkan siswa memperoleh banyak kesempatan untuk berlatih berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan lafal dan intonasi yang tepat secara nyata dan wajar. Pembelajaran berlangsung secara kontekstual dan penuh makna. Kemampuan berbahasa seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat berkembang secara seimbang. Siswa dapat memahami isi cerita dan mengekspresikan setiap peran para tokoh yang terdapat dalam cerita. Siswa dapat mengekspresikan tingkah laku, ungkapan, gerak-gerik seseorang dalam hubungan sosial antar manusia. Membahas kembali aspek-aspek penting dari materi yang dibaca merupakan teknik pemahaman yang memberikan dampak positif pada peningkatan pemahaman dan kemampuan baca siswa (Sugito, 2003). Dengan kegiatan menceritakan kembali siswa terlatih untuk berkomunikasi secara langsung baik lisan maupun tulisan.
Menurut Steinbach (2002) dalam Keterampilan Belajar (Dep Pennas, 2007) membaca merupakan kegiatan yang sangat cocok, sesuai dan fleksibel untuk mengumpulkan informasi. Membaca perlu dipelajari dan dilatih. Membaca juga merupakan proses yang sangat aktif dan membutuhkan banyak konsentrasi. Agar mampu menyerap dan memahami apa yang dibaca. Menurut Wijanarko (2005:43) Jangka waktu konsentrasi anak-anak secara umum lebih kurang satu setengah kali usianya dalam satuan menit. Siswa kelas V pada umumnya berusia 11-12 tahun berarti daya konsentrasinya mencapai 16,5-18 menit. Siswa menyerap pelajaran melalui pancaindra, perasaan, dan emosinya. Semakin banyak indra yang terlibat, juga emosi dan perasaan siswa akan semakin tinggi daya serap siswa dalam bercerita.
 Menurut UCCQ (1999) membaca yang efektif adalah bila seseorang dapat mengerti maksud dari penulis dengan jelas dan cepat. Membaca adalah keterampilan reseptif (bersifat menerima) bahasa tulis. Pada masyarakat yang memiliki tradisi literatur yang telah berkembang sering kali keterampilan membaca dikembangkan secara terintegrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara.
Dunia anak adalah bermain, kegemaran anak adalah bermain, sambil bermain anak-anak belajar. Anak-anak dapat menambah penggalian pengetahuan mereka melalui bermain dan berpartisipasi dalam kegiatan. Bermain peran merupakan teknik pembelajaran yang kontekstual. Bermain peran merupakan kegiatan pra baca. Dengan teknik bermain peran siswa dapat berlatih mengembangkan aspek menyimak dan berbicara secara seimbang dan terpadu, situasi pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Dengan praktek berbahasa secara langsung siswa mendapat peluang untuk menguji coba keterampilan berbahasanya dalam konteks yang nyata. Contoh dan respons langsung yang diberikan lawan bicaranya dapat memberikan masukan kepadanya tentang kewajaran dan ketepatan berbahasanya. Dengan demikian siswa dapat berlatih menggunakan bahasa untuk berbagai peran dan keperluan yang sesuai dengan kemampuan dan dunianya. Hasil pembelajaran yang diperoleh siswa lebih  optimal. Penilaian tidak hanya berdasarkan hasil akhir, tetapi juga  berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung, yang berkaitan dengan sikap, tanggapan, usaha, kesulitan dan kemajuan belajar siswa baik secara individu maupun secara klasikal (keseluruhan).
Menurut Rahim (dalam Ismiasih, 2009:18) bahan bacaan yang dipilih guru hendaknya diambil dari berbagai sumber, misalnya buku teks, buku sastra anak,majalah anak, surat kabar, dan buku referensi lainnya. Tujuannya adalah agar siswa memiliki wawasan yang luas dan kegiatan membaca menjadi kegiatan yang menyenangkan. Karya sastra anak sebagai sumber belajar dapat dimanfaatkan secara optimal. Dengan skenario pembelajaran yang tepat dan menarik diharapkan siswa termotivasi dan tertantang untuk belajar dan belajar. Pengalaman langsung yang dialami diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah. Dengan memerankan tokoh dalam cerita diharapkan siswa mampu memahami isi teks/cerita dan mampu menceritakan kembali isi teks/cerita dengan kata-kata yang dipilih dan disusun menjadi kalimat sehingga menjadi sajian yang menarik dan mudah dipahami oleh pendengar/pembaca.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar