Pada
hakekatnya belajar bahasa adalah belajar komunikasi, karena itu pembelajaran
bahasa harus diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Siswa
dilatih menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, bukan untuk menguasai
pengetahuan tentang bahasa. Siswa perlu mengenal dan memahami makna kata.
Pemakaian kata merupakan hal yang penting dalam berbahasa, baik lisan maupun
tulisan. Oleh karena itu penguasaan kosakata siswa sangat menentukan
keberhasilannya dalam berkomunikasi
Faktanya
berdasarkan hasil tes pra tindakan pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas V
SDN Sebandung II diketahui bahwa hanya 3 orang siswa dari 12 orang siswa (25%)
mampu menceritakan kembali isi teks dengan klasifikasi baik. Guru perlu
merencanakan langkah-langkah pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pada
tercapainya pemahaman tentang bagian-bagian penting dari teks/cerita yang perlu
diingat dan mampu diceritakan kembali. Strategi yang dipandang menjanjikan
adalah strategi pembelajaran dengan teknik bermain peran. Dengan bermain peran
diharapkan siswa memperoleh banyak kesempatan untuk berlatih berbicara dengan
menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan lafal dan intonasi yang tepat secara
nyata dan wajar. Pembelajaran berlangsung secara kontekstual dan penuh makna. Kemampuan
berbahasa seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat berkembang
secara seimbang. Siswa dapat memahami isi cerita dan mengekspresikan setiap
peran para tokoh yang terdapat dalam cerita. Siswa dapat mengekspresikan
tingkah laku, ungkapan, gerak-gerik seseorang dalam hubungan sosial antar
manusia. Membahas kembali aspek-aspek penting dari materi yang dibaca merupakan
teknik pemahaman yang memberikan dampak positif pada peningkatan pemahaman dan
kemampuan baca siswa (Sugito, 2003). Dengan kegiatan menceritakan kembali siswa
terlatih untuk berkomunikasi secara langsung baik lisan maupun tulisan.
Menurut Steinbach (2002) dalam
Keterampilan Belajar (Dep Pennas, 2007) membaca merupakan kegiatan yang sangat
cocok, sesuai dan fleksibel untuk mengumpulkan informasi. Membaca perlu
dipelajari dan dilatih. Membaca juga merupakan proses yang sangat aktif dan
membutuhkan banyak konsentrasi. Agar mampu menyerap dan memahami apa yang
dibaca. Menurut Wijanarko (2005:43) Jangka waktu konsentrasi anak-anak secara
umum lebih kurang satu setengah kali usianya dalam satuan menit. Siswa kelas V
pada umumnya berusia 11-12 tahun berarti daya konsentrasinya mencapai 16,5-18
menit. Siswa menyerap pelajaran melalui pancaindra, perasaan, dan emosinya.
Semakin banyak indra yang terlibat, juga emosi dan perasaan siswa akan semakin
tinggi daya serap siswa dalam bercerita.
Menurut UCCQ
(1999) membaca yang efektif adalah bila seseorang dapat mengerti maksud dari
penulis dengan jelas dan cepat. Membaca adalah keterampilan reseptif (bersifat
menerima) bahasa tulis. Pada masyarakat yang memiliki tradisi literatur yang
telah berkembang sering kali keterampilan membaca dikembangkan secara
terintegrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara.
Dunia anak adalah bermain, kegemaran anak adalah bermain, sambil
bermain anak-anak belajar. Anak-anak dapat menambah penggalian pengetahuan
mereka melalui bermain dan berpartisipasi dalam kegiatan. Bermain peran
merupakan teknik pembelajaran yang kontekstual. Bermain peran merupakan
kegiatan pra baca. Dengan teknik bermain peran siswa dapat berlatih
mengembangkan aspek menyimak dan berbicara secara seimbang dan terpadu, situasi
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Dengan praktek berbahasa secara
langsung siswa mendapat peluang untuk menguji coba keterampilan berbahasanya
dalam konteks yang nyata. Contoh dan respons langsung yang diberikan lawan
bicaranya dapat memberikan masukan kepadanya tentang kewajaran dan ketepatan
berbahasanya. Dengan demikian siswa dapat berlatih menggunakan bahasa untuk
berbagai peran dan keperluan yang sesuai dengan kemampuan dan dunianya. Hasil
pembelajaran yang diperoleh siswa lebih
optimal. Penilaian tidak hanya berdasarkan hasil akhir, tetapi juga berdasarkan hasil pengamatan selama proses
pembelajaran berlangsung, yang berkaitan dengan sikap, tanggapan, usaha,
kesulitan dan kemajuan belajar siswa baik secara individu maupun secara
klasikal (keseluruhan).
Menurut
Rahim (dalam Ismiasih, 2009:18) bahan bacaan yang dipilih guru hendaknya
diambil dari berbagai sumber, misalnya buku teks, buku sastra anak,majalah
anak, surat kabar, dan buku referensi lainnya. Tujuannya adalah agar siswa
memiliki wawasan yang luas dan kegiatan membaca menjadi kegiatan yang
menyenangkan. Karya sastra anak sebagai sumber belajar dapat dimanfaatkan
secara optimal. Dengan skenario pembelajaran yang tepat dan menarik diharapkan siswa
termotivasi dan tertantang untuk belajar dan belajar. Pengalaman langsung yang
dialami diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
dalam memecahkan masalah. Dengan memerankan tokoh dalam cerita diharapkan siswa
mampu memahami isi teks/cerita dan mampu menceritakan kembali isi teks/cerita
dengan kata-kata yang dipilih dan disusun menjadi kalimat sehingga menjadi
sajian yang menarik dan mudah dipahami oleh pendengar/pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar